Menemukan Alasan Menjadi Guru

Do what you love, and love what you do –Ray Bradbury

Saya termasuk orang yang setuju dengan quotes di atas. Quotes yang sering saya dengar di televisi maupun saya baca di buku-buku. Melakukan apa yang kita cintai, dan mencintai apa yang kita lakukan. Kehidupan, cita-cita, dan masa depan hanya sesederhana itu kalau kita simpulkan. Saya yakin, seseorang yang berhasil menjalankan pepatah di atas maka ia akan menjadi orang yang bahagia. Lahir dan batinnya. 

Dua posting-an saya sebelumnya sudah menceritakan bagaimana saya sampai di titik ini. Titik dimana saya melangkah sebagai perempuan ‘dewasa’. Tidak lagi ada aturan sekolah yang membimbing setiap langkah. Tidak lagi terdengar petuah-petuah guru atau dosen tentang bagaimana menjalani kehidupan. Di sinilah saya sekarang, berjalan menelusuri ladang kehidupan. Lalu apakah saya mendapati ladang yang tepat? Yang telah saya cintai sebelumnya? Dan apakah saya cinta melangkahkan kaki menapaki jengkal demi jengkal dalam ladang itu?

Dulu, saya telah menyulam alasan untuk memilih ‘guru’ sebagai profesi yang dicita-citakan. Dan sekarang, untuk tetap berdiri pada koordinat itu saya tidak lagi menyulam, merajut, atau menjahit alsan demi alsan penguatan. Saya menemukannya. 

Praktek Kerja Lapangan Integratif (PKLI) adalah kesempatan pertama saya untuk bertransformasi. Dari mahasiswa menjadi ‘guru’. (baca posting-an tentang SIJB) di sanalah saya mulai akrab dengan RPP, silabus, kurikulum, lengkap dengan prakteknya. Tidak lagi dalam-diskusi atau presentasi di kelas. Di sana juga saya berinteraksi dengan karakter peserta didik, tidak hanya membacanya lewat buku-buku psikologi perkembangan. Kemudian, apakah saya mengingat ‘tujuan mulia dan idealis’ yang yang saya rajut sebelumnya? Tidak. Saya hanya memikirkan bagaimana ‘tugas’ menyampaikan pelajaran ini berjalan dengan baik. Sesuai dengan harapan silabus, sekolah, dan universitas yang mengirim saya. Tapi ada yang membekas dalam benak dan relung hati saya hingga kini. Sorot mata anak didik saya yang begitu lugu namun mengobarkan semangat ingin tahu. Gelak tawa riang sampai isak tertahan yang ternyata sangat saya rindukan. 

Kesempatan kedua alhamdulillah saya dapatkan saat menjadi guru pengganti di salah satu sekolah menengah pertama di Denpasar. Kali ini dengan intensitas lebih tinggi. Saya terlibat dalam semua kegiatan pembelajaran. Tidak hanya sebagai mahasiswa yang ‘belajar mengajar’ tapi sebagai guru baru yang belajar profesional. Minggu pertama saya jalani dengan terseok-seok. Sungguh, lelahnya menjadi seorang guru di luar dugaan saya. Setiap pulang mengajar, ibu saya selalu bertanya, 
“Capek ya mbak?”
“Hehe, iya.” Sambil ngluyur masuk kamar.

Di ujung pekan pertama, saya mulai hafal mana satu-dua murid saya. Bagaimana tidak, yang saya hafal adalah mereka yang diabsen lebih dari sepuluh kali dalam satu pertemuan. Rame terus sih, hehe. Jelang pekan ketiga ada sesuatu yang menelisik bilik qalbu saya, saya ingin cepat-cepat hari senin dan bertemu mereka. 

Saya sadar bahwa sedikit demi sedikit saya menemukan alasan untuk bertahan. Hanya demi melihat mereka belajar, mendengar canda tawa mereka, sesekali bergurau bersama, sampai melerai perkelahian kecil mereka. Banyak sekali keseruan-keseruan saya bersama mereka. Belum lagi kesempatan lain yang datang untuk mengajar setelah waktu ashar. Allah pertemukan saya dengan anak didik yang amat sangat istimewa. Semua rasa ini memenuhi hati. Allah.. betapa saya menikmati setiap proses ini. 
Ridhollahu fii ridhol waalidain –alhadits
Saya bukan apa-apa sehingga Allah beri banyak kesempatan. Tapi satu yang saya percaya, selama orangtua saya ridho dengan apa yang saya kerjakan maka, ridho Allah membersamai di setiap langkah. Mungkin pada awalnya saya tidak sungguh-sungguh ingin menjadi guru. Tapi sejauh ini Allah mudahkan langkah saya di dalamnya, Allah hadirkan rasa cinta dalam menjalaninya. Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Semoga ridho-Nya selalu menaungi kita dalam mengerjakan apa yang kita cintai, dan Allah sispkan cinta dalam menjalaninya. Apapun, kapanpun, dimanapun. Amin.

PS: Setiap anak didik itu seru! Insyaallah, besok lusa kisahnya hadir. So, stay tune!

Komentar

  1. Saya terharu sama Bu guru, istimewa sekali😍 seketika saya bertafakkur tentang apapun yang kita kerjakan, terima kasih banyak atas postingannya, saya benar-benar suka, dan akan menunggu postingan berikutnya pastinya mb Fay😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Segala Puji Bagi Allah. Boleh ditunggu sambil nunggu jodoh ya mba hihi.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngobrolin Hidup #1

(Menjadi) Orang Tua Idola

Sesuatu dari Masa Lalu