Mencari Alasan Untuk Jadi Guru
“ Hidup Sekali Hiduplah Yang Berarti”
Semasa saya menempuh pendidikan menengah pertama, saya sangat akrab dengan pepatah atau semboyan di atas. Semboyan yang menjadi visi di tempat saya belajar dan selalu dielu-elukan setiap hari. Tapi ya begitu, kala itu saya hanya seorang santri biasa yang kurang paham hakikat makna dari semboyan kami itu. Dibaca dan berlalu begitu saja.
Di tahun ketiga sekolah menengah akhir, saya dipusingkan dengan persoalan ‘mau kuliah dimana dan ambli jurusan apa’. Di sinilah semua bermula. Saya sedang geruntelan di kasur asrama dengan teman-teman sekamar. Kami sedang membicarakan hal yang serius waktu itu. Lebih tepatnya, teman-teman saya sudah sangat serius memikirkan masa depan sedangkan saya sendiri masih bingung, hehe. Salah satu teman saya –yang paling dewasa pemikirannya- bertanya “kamu pengennya jadi apasih?” saya hanya menjawab dengan ‘hmm’ dan ‘haha hehe’ panjang. Dengan sabar dan telaten, teman saya menjelaskan.
“Coba deh, dipikirin mulai sekarang. Kamu penggennya jadi apa. Terus kalo udah kamu tanya dirimu sendiri, yang kamu kerjain itu bermanfaat buat dirimu nggak? Buat orang lain? Buat agama dan bangsa? Terus dari situ nanti kamu mulai tentuin, jurusan mana yang kira-kira bisa membantu buat mencapai keinginanmu tadi.” Kalau dipikir-pikir, teman saya ini luar biasa deh. Mengingatkan pada semboyan yang dulu saya hafal. Tentang menjadi berarti, menebar manfaat untuk orang lain.
Nah, dari pertanyaan teman saya tadi, saya pun mulai berfikir, apa ya yang sebetulnya saya ingin dan cita-citakan. Saya juga ingat kalu orang tua saya ingin jadi guru. Standar bukan? Tidak muluk-muluk. Tapi sesuai dengan kemampuan saya. Maksudnya, kemampuan saya juga biasa-biasa saja hehe. Saya tidak memiliki bakat yang sangat menonjol di bidang-bidang tertentu. Ya biasa-biasa sajalah. Saya tidak bermaksud profesi guru itu mudah dan gampang, tidak. Tapi stigma yang berkembang di kalangan masyarakat memang begitu bukan? Setidaknya, kalau menjadi guru saya masih sanggup dan mau mengupayakan. Tidak seperti menjadi dokter, yang membuat saya langsung putus asa begitu menatap matematika dan IPA.
Saya pun mulai memikirkan bagaimana jika saya menjadi guru? Saya mengurai satu-persatu pertanyaan teman saya tadi. Tidak bisa dibilang bahwa saya memiliki keinginan menjadi guru, keinginan datang dari orang tua saya. Sedangankan keinginan saya? Dapat memberi manfaat untuk negeri. Terdengar sangat idealis memang. Tapi iulah yang saya rasakan dulu. Dulu. Selanjutnya, saya beranggapan bahwa dengan menjadi guru, saya dapat bermanfaat untuk diri sendiri, agama, dan bangsa. Semua pertanyaan terjawab. Saya mulai sedikit lega.
Sekarang waktunya menentukan jurusan yang akan saya ambil. Sebagaimana yang saya bilang tadi, saya bukan siswa yang menonjol baik akademis maupun non akademis. Nilai saya semuanya standar, Alhamdulillah masih mencukupi rata-rata. Mungkin ada sedikit nilai yang lebih besar di bidang agama dan bahasa. Memahami ini, saya menentukan untuk mengambil jurusan pendidikan agama. Keputusan yang mengantar saya menjadi seorang guru agama. Bukan karena nilai saya menonjol dibidang agama, hanya saya bidang inilah yang setidaknya mampu saya pahami.
Long story goes, jadilah saya sekarang seorang sarjana pendidikan agama. Dalam perjalanan ini, saya juga sudah lupa dengan tujuan awal yang sangat idealis itu. Ketika ditanya ‘kenapa mau jadi guru’ saya jawab ‘yaa nggak papa’ atau yang lebih parah saya hanya ber ‘haha hehe’ ria saja. Miris bukan. Tapi itulah realita yang saya alami, mencari alasan untuk mejadi seorang guru. Sampai pada saat saya benar-benar ‘menjadi guru’, saya menemukan sebuah alasan. Yang kelak akan selalu saya jadikan pedoman. Untuk melangkahkan kaki menuju kelas, bilik, juga ruangan. Dimana murid-murid saya menantikan pelajaran.
PS: Kini saya tidak lagi mencari alasan, saya telah menemukannya. Sampai besok!
Saya cinta Bu Guru Muda yang penuh semangat ini. Saya mau jadi apa? Hiks, hingga saat ini masih tak tahu arah. Berilah saya penerangan, Ibu Guru!❤ Salam!��
BalasHapusAiih, Ibu Penyair Berbakat! Boleh deh baca postingan saya selanjutnya. Semoga ada sedikit titik untuk tanda tanyamu. Semangat!♥
HapusMantap bu guru.
BalasHapusBapak yg kece kapan nih mau sharing?
Hapus