Malam Cinta di atas 'Bumi Cinta'
Malam Cinta di atas Bumi Cinta
“Cinta
adalah kekuatan yang mampu
mengubah
duri jadi mawar,
mengubah
cuka jadi anggur,
mengubah
malang jadi untung,
mengubah
sedih jadi riang,
mengubah
setan jadi nabi,
mengubah
iblis jadi malaikat,
mengubah
sakit jadi sehat,
mengubah
kikir jadi dermawan,
mengubah
kandang jadi taman,
mengubah
penjara jadi istana,
mengubah
amarah jadi ramah,
mengubah
musibah jadi muhibbah,
itulah
cinta”
Pernah
mendengar atau membaca puisi di atas? Terdengar familiar bukan? Yak! Benar!
Puisi tersebut bisa kita temui dalam novel buah karya Habiburrahman El Shirazy
dengan judul Ketika Cinta Bertasbih. Atau bagi kamu yang sudah menonton
filmnya, maka puisi ini pasti bisa dengan mudah kamu kenali. Namun bagi saya,
malam ini puisi dengan judul ‘Cinta’ di atas terasa lebih istimewa. Kenapa?
Karena pada malam dua belas Muharram ini puisi tersebut dibawakan langsung ‘live’oleh
penulisnya Habiburrahman El-Shirazy yang kerap disapa Kang Abik.Haha, kamu
pasti bertanya-tanya bagaimana saya bisa menyaksikan pembawaan puisi secara
‘live’ oleh Kang Abik kan? Baiklah, saya akan bercerita seputar malam penuh
cinta di atas ‘Bumi Cinta’. Tssah!
Malam ini saya menghadiri acara bedah buku
‘Bumi Cinta’ yang diadakan oleh salah satu
fakultas di kampus tempat saya belajar. Kabar mengenai acara ini sudah
saya dengar sejak pertengahan semester lalu. Setelah mendengar pengumuman
resmi, tanpa menunggu aba-aba lagi saya langsung mendaftarkan diri pada panitia
yang kebetulan mantan teman sekamar saya, hehe. Beruntunglah saya
–alhamdulillah- karena bisa mendapat tempat yang nyaman pada acara tersebut
karena ternyata kuota yang disediakan panitia terbatas.
Seorang pianis yang turut andil dalam acara
ini juga memainkan isntrumen dari lagu-lagu yang berhubungan dengan karya Kang
Abik sebelumnya yakni ‘Ayat-Ayat Cinta’ dan ‘Ketika Cinta Bertasbih’. Denting
piano mengalir syahdu menambah nikmat suasana malam ini. Acara pun dibuka
dengan penampilan dari teman-teman yang menyanyikan –kali ini bukan mars- dua
lagu tersebut. Sebelum membedah novel ‘Bumi Cinta’ ini seperti biasa moderator
kami –Ustad Tamim Mullah- memperkenalkan pembicara utama pada malam hari ini
dengan lebih detail. Ustad Tamim juga menyampaikan kembali secara ringkas kisah
Ayas, Yelena, dan Linor tiga tokoh utama dalam novel Bumi Cinta. Perlu untuk mengingat-ingat cerita keseluruhan
karena memang novel ini sendiri pertama diterbitkan pada tahun 2010.
Sedikit mengulas isi novel ini, novel ini
bercerita tentang perjuangan seorang santri yang alim di tengah negara dimana
maksiat telah menjadi adat. Yang menarik dari novel ini, di akhir cerita tidak
dapat dipastikan apakah kisah Ayas selaku tokoh utama berakhir bahagia atau
sebaliknya. Jenis akhir cerita penuh tanda tanya yang membuat para pembaca
menantikan kisah selanjutnya. Mungkin inilah pertanyaan terbesar dari segi
cerita pada novel Bumi Cinta ini. Dan ternyata, sang moderator, di awal acara
juga bertanya-tanya; akankah Kang Abik menulis sekuel dari Bumi Cinta ini?
Tibalah saat dimana pembicara utama yang
dinanti-nanti kehadirannya ini memberikan paparan seputar novel Bumi Cinta. Latar
belakan penulisan suatu karya memang menjadi hal yang ingin saya ketahui dari
setiap novel, puisi, film, lagu, dan karya sastra lainnya yang saya nikmati.
Mendengarnya lagsung dari sang penulis merupakan kebahagiaan tersendiri bagi
saya. Dengan mengucap basmalah, Kang Abik –Sastrawan lulusan MAPK Surakarta
ini- mulai bercerita mengenai dari manakah beliau terinspirasi untuk menulis
novel ini.
“Kalaulah ide serupa ikan di laut lepas, maka penulislah nelayannya”
Alkisah, pada tahun 2008 setelah karya beliau
sebelumnya yakni Ayat-Ayat Cinta menuai sekses besar, beliau menerima hadiah
berupa jalan-jalan keliling Eropa dari sang produser. Di tengah ‘liburan’
gratis ini, beliau bertemu dengan seorang pelajar Indonesia yang sedang belajar
di sana. Si pelajar kemudian bercerita bagaimana perjuangan pelajar muslim di
sana dalam menggenggam erat akidah di antara maksiat yang merajalela. “Berat
untuk menjadi pelajar di sini Ustad, lha wong asramanya saja digabung antara
puta dan putri. Tapi mau bagaimana lagi Ustad, tunjangan beasiswa kami ndak
memungkinkan untuk mengontrak tempat lain.”Ujar sang pelajar dengan jujur
pada Ustad yang mengawali karier menulis dengan puisi ini. Inilah awal
mula pembentukan tokoh Ayas.
“Kalian hanya perlu menjadi pendengar yang
baik untuk mendapat ide atau inspirasi. Karena sejatinya, ide itu bak ikan di
lautan lepas. Sedang penulis adalah para nelayan.” Tutur Kang Abik. Lebih
lanjut, beliau juga menjelaskan bahwa ‘nelayan’ pun bercama-macam.
“Ada nelayan yang hanya duduk diam menunggu
datangnya ikan. Ada pula yang berlelah-lelah mengarungi lautan untuk mencari
ikan. Sebanyak apapun ikan yang kita ambil, tidak lah habis ikan di lautan itu.
Begitula kita para penulis. Akankah kita duduk diam dan menunggu datangnya
ilham? Atau bergerak mencerinya? Ingat, ilmu Allah tidak akan pernah habis jika
kita menggunakannya.”Jelas Ustad lulusan Universitas Al Azhar Kairo ini. Selain
itu beliau juga menambahkan bahwa perlunya mengamati keadaan sekitar kita agar
tema yang di angkat sesuai dengan kondisi yang terjadi di sekitar.
Waah, saya jadi merasa menghadiri seminar
kepenulisan ketimbang acara bedah buku. Terimakasih Kang Abik J
Beralih pada setting yang digunakan dalam
novel ini. Semula, saya pribadi beranggapan bahwa beliau memang pernah mengunjungi
Moskow -setting utama dalam novel- namun, saya termasuk satu dari sekian banyak
orang yang tertipu mengenai hal ini. Beliau memaparkan bahwa beliau belum
pernah sekalipun menginjakkan kaki di Moskow. Dari sini tergambar bahwa beliau
memang memiliki kemampuan mendiskripsikan setting dengan sangat baik. Kami
lantas bertanya-tanya, bagaimana bisa beliau mendiskripsikan sedemikian detail
tentang keadaan disana jika beliau belum pernah mengunjunginya secara langsung?
Dalam hati saya yakin, pasti ada cara lain selain membaca dan browshing
melalui internet.Penggemar puisi karya Khairil Anwar ini pun menjawab; “pinjamlah
mata dan telinga dari mereka yang berpengalaman. Karena merupakan tantangan
tersendiri bagi seorang penulis untuk mampu menyampaikan apa yang ia lihat dan
apa yang hanya ia dengar dengan baik.” See! Benarlah dugaan saya. Karena
jika melalui internet dan buku, pengetahuan yang kita dapat masih umum, tidak
mendetail.
Sebelum beranjak ke sesi tanya-jawab, beliau
dengan jelas mengumumkan bahwa insyaallah kelanjutan kisah Ayas akan
terurai di novel Bumi Cinta 2. Hurray! Jerit saya dalam hati. Rasanya
sudaah tak sabar menanti kelanjutan kisah pemuda tampan luar dan dalam ini. J
Banyak pertanyaan yang muncul dari kami
seputar motivasi beliau menulis. Juga tentang tema yang akan diangkat dalam
novel-novel mendatang. Masihkah bertema religi dan cinta? Mengingat karya-karya
beliau terdahulu selalu mengangkat dua tema tersebut.
Dengan senang hati beliau menceritakan perihal
motivasi terbesar beliau dalam menulis. Singkat jawabannya adalah; dakwah.
Namun semua bermula ketika sepulang dari Kairo, beliau diminta untuk memimpin
majelis taklim oleh sekelompok pemuda dan pemudi di desa beliau. Dengan niat
mengamalkan ilmulah beliau mengiyakan permintaan ini. Awal pertemuan berjalan
lancar dan dihadiri oleh banyak pemuda dan pemudi desanya. Masalah mulai muncul
setelah pertemuan ketiga dan keempat. Jumlah santri yang hadir pun makin hari
makin surut hingga bertahan empat santri saja.
Kemudian suatu ketika saat beliau mengunjungi
sebuah toko buku. Beliau melihat segerombol remaja saat itu sangat menyukai teenlit
–novel remaja dengan tema cinta. Dari sinilah beliau mulai menulis cerita
cinta bernuansa islami demi menyampaikan ilmu-ilmu yang telah beliau miliki.
Terakhir, mengenai tema yang akan dinagkat
dalam karya-karya beliau mendatang masih tentang cinta dan religi.
“Ila yaumil qiyamah (sampai hari kiamat)
insyaallah cinta dan religi.” Ucap Kang Abik dengan Bahasa Arab yang fasih. Beliau
mengangkat dua tema tersebut karena beliau ingin menunjukkan bahwa Islam memang
sumber dari cinta.
Karena malam kian gelap, acara akan segera
berakhir tanpa ada ‘meet and greet’ yang berarti saya tidak bisa membawa
pulang foto dan tandatangan beliau. Tak apa, karena demi menghilangkan
kekecewaan kami, Kang Abik membacakan –lagi- sajak dari buku terbarunya “Api
Tauhid”. Another lucky thing today.
Demikianlah malam penuh cinta di atas Bumi
Cinta.
Nb: Pada saat jalannya acara, Kang Abik dan moderator
kami –yang usut punya usut merupakan seorang penyair- saling balas menjawab
sayair berbahasa Arab tentang cinta. Sungguh! Dengan bahasa apapun, cinta
terasa indah! Bahkan tanpa kata sekalipun. Sayangnya tidak bisa saya tuliskan di sini.
Insyaallah lain kali saya post.
Fy.
01:28 am.
Komentar
Posting Komentar