"Perjalanan Mencari Tuhan" Resensi Film Haji Backpacker
“Perjalanan Mencari Tuhan”
Judul film: Haji BackpackerSutradara: Dania Rifky
Genre: Drama Religi
Produser: HB Naveen, Frederica
Produksi Falcon Pictures
Durasi: 107 Menit
Tanggal Rilis: 2 Oktober 2014
Main Cast:
1. Abimana Aryasatya sebagai Mada
2. Laudya Cyntia Bella sebagai Marbel
3. Dewi Sandrasebagai Shofia
4. Kenes Andari sebagai Mbak Mala
5. Ray Sahetapy sebagai Ayah Mada
6. Laura Basuki sebagai Suchun
‘Haji Backpacker’ ini merupakan film yang bercerita tentang
pencarian Tuhan oleh sang tokoh utama –Mada- yang diperankan oleh Abimana.
Masa lalu yang menyakitkan rupanya telah membangkitkan kemarahan terbesar dalam
diri Mada. Ia berbalik menyalahkan orang lain atas kesialan di masa lalu. Selain
ayahnya yang menjadi korban kemarahan dan kekecewaan Mada, lebih-lebih ia
menyalahkan Tuhan atas semua kejadian memilukan ini.
Semua
bermula ketika Shofia –diperankan oleh Dewi Sandra- sahabat Mada sekaligus
wanita yang dicintainya memilih untuk kabur di hari pernikahan mereka tanpa
meninggalkan kejelasan sedikitpun. Tidak pernah terbesit sedikitpun dalam
pikiran Mada atas apa yang terjadi pada hari pernikahannya. Demi melupakan dan
melampiaskan kemarahannya, Mada memilih meninggalkan rumah dan meninggalkan
kepercayaannya pada Tuhan. Berharap bisa melupakan masa lalu dan menghapus rasa
sakit serta kecewa dalam hatinya, Mada melakukan perjalanan panjang. Bermodal
sedikit uang, Mada memulai perjalanan panjang ini dengan Thailand
sebagai tujuan pertamanya.
Sesampainya
di Thailand Mada bukanlah Mada yang dulu. Ia kerap menghabiskan malam di bar, di gemerlap pesta-pesta alkohol, berjudi, hingga berkelahi dengan
preman sampai malam di akhiri di panti pijat yang terletak di daerah prostitusi
terkenal di Thailand. Dari panti pijat yang sering ia kunungi itulah ia
berkenalan dengan Marbel –Laudia C Bella- TKW asal Indonesia yang terdampar di
panti pijat plus-plus ini.
Perjalanan
di Thailand berakhir ketika Mbak Mala alias kakak kandung Mada datang dari
Indonesia demi sebuah berita duka. Ayah Mada telah tiada pada saat beliau
beribadah haji. Jenazahnya pun dikuburkan di Tanah Suci. Ketika itu juga Marbel
mengabarkan bahwa Mada berada dalam bahaya akibat perkelahiannya dengan geng
preman setempat. Berkat bantuan teman Mbak Mala yang berkerja di kedutaan, Mada
berhasil mendapatkan tiket ke Vietnam. Dan Vietnamlah yang menjadi rute Mada
selanjutnya. Menjadi ‘backpacker’ di negeri orang dilakukan Mada tanpa
mengeluh. Karena inilah yang ia pilih dari pada pulang ke Indonesia. Perjalan
berlanjut tanpa segaja. Mada 'terdampar' di Cina yang kemudian menuntunnya
melakukan perjalanan lebih jauh, Tibet dan India demi menemukan jawaban atas
mimpi-mimpi buruk yang dialaminya semenjak kedatangannya ke Cina.
Di
India Mada beguru pada seorang Ustadz yang menuntunnya untuk menemukan kembali
Tuhan dalam hidupnya. Persoalan tentang mimpi Mada pun terjawab dan Mada
berhasil menemukan kembali Tuhannya yang sempat ‘hilang’. Di akhir perjalanan,
Mada memutuskan untuk menemui makam almarhum ayahnya di Tanah Suci melalui jalur
Iran.
Demikianlah
kisah perjalan penemuan Tuhan kembali oleh Mada.
Perlu diketahui bahwa film yang diangkat dari
novel dengan judul yang sama ini ternyata memiliki dua versi novel dari
pengarang yang sama yakni Iguk Irawan. Novel Haji Backpacker sendiri
pada awalnya menceritakan perjuangan seorang mahasiswa Indonesia yang ingin
pergi haji dengan budget minimal ala backpacker. Adapun perbedaan dari
novel versi pertama dan kedua adalah pada novel kedua, sutradara dan penulis
ingin menampilkan sisi 'kering jiwa' yang dialami Mada akibat hilangnya
kepercayaannya pada Tuhan.
Film bergenre drama religi ini memiliki nilai
lebih dari film-film Indonesia lainnya dari segi setting.
Berangkat dari setting yang digunakan dalam
novel Haji Backpacker, film ini pun mengangkat setting yang sama. Sembilan negara
dengan berani ditampilkan dalam film ini. Maka tidak hanya menelan biaya mahal,
beberapa kesulitan juga dihadapi kru saat mengurus perijinan. Kelebihan inilah
yang menyebabkan film ini memiliki nilai lebih dibanding film lainnya. Meskipun
demikian, nilai lebih dari segi setting ini juga memicu kekurangan atau nilai
minus. Sangat disayangkan, ketika setting 9 negara tidak sepenuhnya terasa atau
menancap di benak penonton karena di kebanyakan setting yang ditampilkan
kebanyakan pada pergantian waktu antara malam hari dan pagi hari.
Sebagaimana novel Haji Backpacker versi
kedua, film ini pun menggunakan alur campuran. Cukup dapat dipahami perpindahan
setting waktunya.
Mengenai jalannya cerita, dibeberapa bagaina
terasa janggal. Pada bagian-baian dimana Mada mendapat petunjuk atau hidayah
melalui mimpi. Disini sangat terlihat khayal. Memang benar, bahwasanya petunjuk
dari Tuhan bisa datang dari mimpi. Namun hal tersebut akan dialami oleh
seseorang dengan tingkat keimanan yang tinggi. Meskipun juga, Tuhan -Allah-
memberi hidayah pada siapa aaja yang dikehendakinya. Akan terasa lebih logis
dan lebih nyata jika datangnya petunjuk itu melalui perantara manusia atau hal
lain yang lebih nyata. Dengan begitu akan lebih terasa nyata dan lebih dekat
pada kehidupan nyata manusia. Terlebih lagi, adegan mimpi ini berulang
sampai beberapa kali.
Selain semua itu, film ini cukup bagus dan layak
ditonton oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Karena pesan yang dapat
ditangkap ialah bahwasanya seorang manusia terkadang membutuhkan bantuan dan
perantara banyak hal dalam mengurai kebenaran.
Fy. Dari berbagai sumber.
Keep blogging, Dear! :))
BalasHapus