Perihal Jarak
Hai, Assalamualaikum. Hari ini hujan turun. Aroma patrichor menyeruak ketika aku buru-buru mengangkat jemuran baju –hmmm, bau hujan selalu menyenangkan. Akhirnya hujan turun. Beberapa hari terakhir selalu mendung, sesekali gerimis, dan baru hari ini hujan turun dengan yakin setelah sebelumnya ragu-ragu.
Hujan belum berhenti ketika aku memeriksa ponsel. Membaca sekilas pesan-pesan yang masuk; grup kantor, grup kelas, grup diskusi, grup alumni, dan grup-grup lain yang biasanya ada dalam daftar arsip. Akhir-akhir ini chat grup makin ramai, saling tanya kabar, membahas pekerjaan, sharing kegiatan, berbagi resep masakan, atau sekedar basa-basi saja. Nampaknya sibuk sekali sinyal dan jaringan internet hari-hari ini. Bagaimana tidak? Berapa banyak rapat yang harus digelar secara online, belum pembelajaran pendidikan dasar hingga perguruan tinggi yang mengandalkan aplikasi berbasis internet, bahkan belanja kebutuhan sehari-hari semaksimal mungkin dilakukan dari rumah. Maka sejatinya, jaringan internet, sinyal (atau apapun kalian menyebutnya) ia sedang mengemban misi yang besar; mempersempit jarak.
Kita mungkin terbiasa dengan jarak. Namamu tertulis di langit jauh, sedang ragamu aku tak tau hehe bukan bukan.
Maksudku, bagi sebagian orang hal ini mudah saja; tinggal menambah kuota internet kemudian masalah rapat, belajar, dan belanja teratasi. Tapi bagi sebagian yang lain, keadaan ini tidak sesederhana itu. Pekerja transportasi yang mengantar kita ke kantor, pemilik bisnis yang terpaksa tutup karena sepi pelanggan, bapak-ibu penjual jajanan favorit di sekolah atau kampus, bagaimana kabar mereka? Bisa jadi mereka tidak baik-baik saja.
Yuk bersyukur, dengan apa dan bagaimana kita hari ini. Setidaknya dengan begitu kita mengurangi resah dalam hati. InsyaAllah, atas izin Allah kita bisa. Ah ya, dalam kesulitan selalu ada kemudahan bukan? Nampaknya di luar hujan mulai reda dan semoga doa-doa baik melangit.
Kata Tentang Kita Episode Kedua.
Komentar
Posting Komentar