Titik Balik; An Intro!

Assalamualaikum, Blogger!

Dalam hidup yang Allah titipkan kepada kita, seringkali kita dihadapkan pada banyak persoalan. Jika hidup diibaratkan dengan suatu kisah, maka tiap harinya adalah serangkaian kata yang akan membentuk kalimat. Kadang kita membutuhkan koma untuk berhenti sejenak, tanda tanya untuk menemukan jawaban, dan tanda seru untuk menunjukkan ketegasan. Pun kita pada akhirnya akan berakhir dengan sebuah titik. Dimana ia mengakhiri suatu paragraf, sekaligus membuka ruang untuk paragraf baru. 

Rasanya saya tidak perlu menyampaikan basa-basi kenapa jarang ada postingan baru dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Karena intinya hanya seputar; malas, menunda, dan menghindar. Jadi, mari kita melepas rindu dengan saling bertukar kabar. Itu lebih terdengar menyenangkan bukan? :) 

Saya tidak menyangka akan tiba pada titik ini lebih cepat. Titik yang menjadi akhir perjalanan mengajar di salah satu sekolah swasta sebagaimana saya ceritakan sebelumnya. Titik yang membuka prolog baru dalam perantauan di Surakarta, Jawa Tengah. Titik yang serta merta memutar balikkan status saya sebagai seorang guru menjadi murid, bahkan santri. Akan tetapi, titik ini pula yang sedikit demi sedikit mengawali kalimat-kalimat penjelas makna hidup ini. 

Santri. Kata pertama dalam paragraf perjalanan kali ini. Keputusan untuk menlanjutkan studi sebagaimana harapan orang tua, mengantarkan saya pada keadaan yang dapat saya katakan sebagai titik balik. Kenangan 12 tahun lalu, saat pertama kali dihadapkan pada kata santri, nyantri, dan mondok. Ya, selain menjadi mahasiswa pascasarjana di salah satu universitas swasta bergengsi di Jawa Tengah, saya juga berkesempatan menjadi pengurus asrama mahasiswa universitas tersebut. Logikanya adalah, menjadi pengurus dalan suatu 'pesantren mahasiswa' -demikian sebutan kami- adalah suatu keniscayaan untuk menjadi santri pula. Santri yang melihat segala persoalan dari dengan kacamata Islam, dengan keutamaan peran agama.

Mungkin sudut pandang ini yang hampir saja saya tinggalkan. Tersebab arus lingkungan pekerjaan dan lingkungan setelah lulus kuliah yang semata-mata berporos pada kepentingan duniawi; kerja, menabung, dan hidup bahagia. Bahkan, pemaknaan pada kata 'hidup bahagia' pun dibentuk dengan ukuran yang sangat duniawi. 

Menjalani titik balik ini, banyak hal yang saya pelajari. Bagaimana memperjuangkan mimpi, merencanakan kesuksesan, hingga meraih kebahagiaan hakiki. Pada banyak kesempatan, disini saya bertemu dengan banyak orang yang sangat mengispirasi. InsyaAllah akan saya bagikan di lain kesempatan. 

 -An Intro, selamat malam! Wassalam. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngobrolin Hidup #1

(Menjadi) Orang Tua Idola

Sesuatu dari Masa Lalu