Persaudaraan Kapal Fery (1)
Ini cerita kami, anak-anak Timur. Anak-anak rantau yang kembali pulang ke kampung halaman. Adalah Tanah Lohayong, desa kami dan desa nenek moyang kami. Butuh waktu sehari semalam untuk sampai di sana menggunakan kapal laut dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sudah menjadi tradisi bagi kami untuk pulang setiap lima tahun sekali. Kami pulang untuk menjalin kembali persaudaraan dan persahabatan. Kami pulang untuk membangun desa kami. Menjadikannya lebih madani. Dengan segenap usaha yang kami miliki.
Untuk tiba di kampung halaman ada beberapa alternatif yang dapat ditempuh. Pesawat terbang dari bandara Eltari Kupang menuju bandar udara di Larantuka dengan waktu tempuh 45 menit dengan budget enam ratus ribu rupiah kurang lebih. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan perahu motor selama 1 jam. Jalan lain adalah dengan menaiki kapal laut. Ada beberapa kapal yang dapat dipilih. Kapal besar dengan fasilitas tempat tidur, kapal kecil (Fery) dengan fasilitas yang cukup terbatas namun dengan budget yang lebih ramah kantong yakni sekitar seratus sampai seratus lima pukuh ribu rupiah.
Kapal Fery sendiri, umumnya digunakan untuk mengangkut kendaran penumpang dengan kendaraan bermotor baik mobil, sepeda motor, bahkan bis dan truk barang. Seperti Fery di penyeberangan Selat Bali. Akan tetapi untuk Fery di sini 80% diisii dengan penumpang tanpa kendaraan. Sehingga pelataran yang semestinya berfungsi untuk memarkir kerndaraan beralih fungsi menjadi aula penumpang. Di sana penumpang yang naik -yang umumnya terdiri dari rombongan keluarga- menggelar tikar-tikar yang mereka bawa dari rumah.
Demikianlah kami. Demi menempuh perjalanan sehari semalam ini, kami mempersiapkan semuanya. Alas tidur, bekal makan, alat sholat dan lain sebagainya. Masing-masing keluarga membawa aneka lauk pauk yang nantinya akan kami santap bersama. Riuh rendah percakapan di lorong-lorong dek, di kursi-kursi aula, juga di pelataran kapal. Obrolan seputar kabar lima tahun terakhir, kepergian seseorang yang disayangi, disusul dengan kelahiran putra-putri yang diharap-harap, sampai peristiwa-peristiwa penting yang masih hangat untuk dibicarakan.
Kami melakukannya sepanjang malam. Mengistirahatkan rindu sebelum ia merajuk lebih keras.
Ditengah belaian ombak, 270617.
Komentar
Posting Komentar